Sabtu, 17 Mei 2008

open source

0 komentar

Open Source Software

Open Source Software merupakan kunci utama keberhasilan implementasi Internet di Indonesia.

  • 1990 Network Operating System (NOS)

Di tahun 90-96-an implementasi jaringan Internet di Indonesia menggunakan teknologi radio paket, sistem operasi jaringan yang digunakan sangat di dominasi oleh software Network Operating System (NOS) yang di kembangkan pertama kali oleh Phill Karn KA9Q di amerika serikat. Phill KA9Q melepaskan source code NOS yang mendukung protokol TCP/IP dan membagikannya gratis untuk keperluan amatir radio.

Yang menarik dari NOS, dapat di operasikan di atas Disk Operating System (DOS) pada sebuah komputer PC/XT atau 286. Sehingga kita dapat membangun jaringan dengan peralatan yang amat sangat sederhana.

  • 1994 FreeBSD

Mulai tahun 1994-1995, server-server di ITB mulai menggunakan FreeBSD sebagai sistem operasinya. FreeBSD merupakan sistem operasi open source dan tangguh untuk keamanan jaringan maupun server. Tidak heran jika sampai hari ini, semua server di ITB masih di dominasi oleh FreeBSD.

Pada hari ini, para administrator jaringan di Computer Network Research Group (CNRG) ITB lebih menyukai laptop Mac dengan sistem operasi Mac OS X yang berbasis BSD daripada sistem operasi lain.

  • 1997 Linux

Linux adalah sistem operasi open source yang paling banyak digunakan di Indonesia pada hari ini. Beberapa situs di Indonesia melakukan mirroring iso dari Linux, sehingga pengguna Indonesia dapat memperoleh-nya secara lokal. Mirror tersebut antara lain,

Walaupun linux mulai berkembang di tahun 1990-1992-an, pengguna Linux di Indonesia baru mulai berkembang di tahun 1997-1998-an. Perkembangan Linux mulai pesat sekitar tahun 2001-2002-an. Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI) dan berbagai Linux User Group di berbagai kota menjamur. Mailing list tanya-jawab@linux.or.di di bantu Web http://www.linux.or.id sangat memberdayakan proses sosialisasi Linux di Indonesia. I Made Wiryana merupakan salah satu tokoh yang mendorong berkembangkanya Linux di Indonesia.

InfoLinux http://www.infolinux.co.id barangkali merupakan salah satu majalah autoritif tentang Linux di Indonesia. Pimpinan Redaksi InfoLinux Rusmanto banyak berkontribusi untuk mensosialisasikan dan mendorong penggunaan Linux di masyarakat.

Tahun 2000-an, berkembang Gudang Linux http://www.gudanglinux.com yang dulunya http://www.gudanglinux.co.id merupakan salah satu bentuk usaha sosialisasi open source di Indonesia dengan menjual CD Linux kepada masyarakat melalui Web. Hal ini sangat memudahkan bagi mereka yang tidak mempunyai banyak bandwidth untuk mendownload dari Internet.

Dengan semakin berkembangnya Linux, banyak server di jaringan Internet di Indonesia menggunakan Linux. Terutama mengoperasikan Content Management System (CMS) dengan di dukung Apache, MySQL dan PHP.

30 Juni 2004 dideklarasikan penggunaan dan pengembangan Open Source Software yang ditandatangani oleh : Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan Nasional.

IGOS adalah gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah, oleh 5 kementerian, yang merupakan sebuah ajakan untuk mengadopsi Open Source dilingkungan pemerintah.

  • · 2003 Java

Java yang pertama kali di kembangkan oleh Sun Microsystem, mulai menampakan giginya tanggal 12 April 2003 dengan terbentuknya mailing list jug-indonesia@yahoogroups.com. JUG Indonesia merupakan mailing list pengguna Java terbesar di Indonesia yang pada pertengahan 2006 mempunyai anggota 1984 orang.

Mailing list JUGIndonesia ini didirikan oleh seorang Java Evangelist dan tokoh yang kontroversial bernama Frans Thamura.

Di mailing list JUGIndonesia komunitas banyak mendiskusikan Java dan mempopulerkan Java, baik itu yang commercial seperti Websphere, Weblogic maupun yang Open Source, seperti JBoss, Tomcat, Struts, Hibernate.

  • · 2007 Komunitas OpenSuSE

Terbentuk Komunitas OpenSuSE Indonesia yang dapat di akses melalui situs http://www.opensuse.or.id. Hal ini dapat di baca pada e-mail rekan Vavai tertanggal 26 Juli 2007.

Mengapa memiliki kebijakan Open Source ?

Saat ini makin banyak negara yang menerapkan kebijakan penggunaan Open Source secara luas di badan pemerintahan dan di masyarakat luas. Ada berbagai alasan yang mendorong negara-negara tersebut. Tulisan saya kali ini mencoba mengetahui alasan-alasan yang menjadi pendorong digunakannya Open Source di negara-negara tersebut. Untuk mudahnya di bagi menjadi kategori sederhana seperti berikut ini

  • · Negara maju

Negara maju ini biasanya memiliki SDN, dan dana yang cukup. Biasanya industri TI di negara seperti ini juga telah maju. Jadi bukan saja alasan pendanaan jangka pendek sebagai dorongan utama. Sekuriti adalah salah satu alasan utama pemilihan Open Soruce bagi negara-negara seperti ini. Mereka memiliki SDM yang mampu mengaudit source code dari aplikasi, sedangkan dengan aplikasi closed source mereka tidak bisa begitu saja mengaudit. Faktor lain adalah ketergantungan terhadap negara lain, dengan Open Source mereka bebas mengembangkan teknologi sendiri tanpa perlu lisensi khusus. Begitu juga dengan jaminan akan tetap dapat diaksesnya data di masa depan menjadi alasan pemilihan Open Source. Dengan menggunakan Open Soruce, resiko data tak dapat diakses karena formatnya tak terbuka menjadi tidak ada. Negara-negara seperti Swedia, Norwegia, Finlandia, Jerman, Prancis, Spanyol, Jepang tergolong yang seperti ini.

Faktor ekonomi juga mendorong di negara maju ini tapi dalam arti penyediaan lapangan kerja, dan berputarnya dana di negara sendiri, bukan dari pertimbangan murah tidaknya ketika membeli perangkat lunak. Faktor ketergantungan, dan jaminan berlangsungnya suatu teknologi lebih besar. Negara maju seperti ini mendorong adopsi Open Source dengan melakukan analisis pasar, dan survei seperti yang dilakukan oleh FLOSS [http://www.infonomics.nl/FLOSS/], serta memberikan panduan migrasi seperti yang dilakukan oleh EU [ http://europa.eu.int/ISPO/ida/jsps/index.jsp?fuseAction=showDocument&parent=news &documentID=1647] dan KBST Jerman [ http://kbst.bund.de/Anlage303807/pdf_datei.pdf]. Juga secara seksama negara seperti ini melakukan analisis pengadopsian dari sisi pengguna, misal yang dilakukan oleh RELEVANTIVE di Jerman [ http://www.linux-usability.de/download/linux_usability_report_en.pdf]

Bahkan negara maju seperti ini, membuat suatu kontrak proyek TI khusus dengan persyaratan perangkat lunak Open Source. Dalam arti, pelaku proyek tetap mendapat bayaran seperti halnya proyek komersial, sedangkan hasilnya dibuat menjadi Open Source. Misal proyek Kroupware [http://www.kroupware.org/].

  • Negara dengan potensi industri TI telah tampak

Negara seperti ini biasanya memiliki SDM bidang TI yang baik. Mereka memilih Open Source dengan alasan, di samping harga lisensi yg rendah, mereka bisa mengembangkan suatu teknologi tanpa dibatasi oleh hal-hal lain (politis dan ekonomis). Open Source membantu para developer belajar dengan cepat dan membuat produksi lebih murah. Informasi teknis yang serba terbuka memungkinkan hal ini. Yang tergolong ini adalah negara seperti India, China, Korea, Taiwan.

Faktor mendorong tumbuhnya industri TI lokal tanpa terikat dengan perusahaan asing menjadi salah satu hal penting dalam pemilihan Open Source di negara-negara seperti ini. Misal Korea telah migrasi 120.000 desktop dg Hancom office yang dikembangkan di Korea sendiri. China juga telah melakukan migrasi dan dengan perangkat lunak Office buatan lokal. Taiwan dan China menyadari bahwa Linux bisa menjadi modal bagi industri TI mereka. Linux dapat digunakan mereka untuk sistem operasi di PDA khusus, embedded, dan juga telefon internet, gateway jaringan, router Wireless dan lain sebagianya. Hal ini menjadikan ongkos produksi dan pengembangan produk tersebut menjadi rendah dan ini menjadikan parameter yang menarik dari Linux untuk industri TI di negara tersebut.

  • Negara berkembang dengan SDM dan industri TI terbatas

Hal yang dilakukan oleh negara berkembang dengan dana dan SDM yang "pas-pasan" serta belum mulai tumbuhnya industri TI dalam negeri adalah memilih Open Source karena pertimbangan harga lisensi yang rendah. Hal ini dilakukan oleh negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, Argentina, Peru. Sehingga alasan pertimbangan murahnya harga lebih utama. Tentu saja alasan seperti ini sering dikalahkan dengan adanya discount besar-besaran dari vendor perangkat lunak proprietary.

Argentina mengeluarkan peraturan bahwa di semua perangkat pemerintah menggunakan Open Source: Peru dan Brazil juga melakukan hal yang sama. Afrika Selatan telah mengeluarkan standard untuk penggunaan Open Source secara luas di lembaga pemerintah yang dituangkan dalam dokumen Government OSS Strategy [http://www.oss.gov.za]. Brazil sejak 2001 mensyaratkan perangkat lunak Open Source diutamakan dalam pemilihannya di institusi pemerintah.

Negara Estonia malah mensyaratkan semua pengadaan perangkat keras harus kompatibel (bisa menjalankan) program Open Source (dalam hal ini Linux). Sehingga di masa mendatang, ketika ada keinginan mereka tidak menghadapi masalah suatu perangkat keras telah "terkunci" hanya dapat digunakan oleh 1 jenis sistem operasi saja. Hal ini juga rencananya diterapkan oleh Vietnam yang mensyaratkan perangkat komputer yang dirakit di Vietnam harus dibundel dengan sistem operasi Open Source.

Faktor lain yang mendorong pengadopsian Open Source adalah dukungan terhadap bahasa lokal. Hal ini misal terjadi di Islandia, Tibet, Nepal, Vietnam, dan beberapa negara Arab. Jumlah pengguna suatu bahasa yang kecil menjadikan vendor perangkat lunak proprietary tidak tertarik untuk melakukan penerjemahan terhadap bahasa lokal tersebut, apalagi bila dianggap masyarakat pengguna bahasa tersebut tak mampu membeli perangkat lunak. Jangankan seperti bahasa Islandia, bahasa Indonesia pun tadinya tidak dianggap cukup ekonomis untuk disediakan versi MS Windowsnya.

Memihak ke Open Source bukan berarti memihak ke salah satu vendor Open Source. Jangan dicampur adukkan antara keberpihakan ke Open Source berarti sama dengan keberpihakan ke salah satu "vendor" perangkat lunak Open Source. Keberpihakan ke Open Source lebih kepada keberpihakan pada kebebasan menentukan apa yang akan digunakan publik di masa kini dan masa mendatang. Rasa ketakutan pemerintah terhadap timbulnya anggapan tidak adil karena memilih Open Source sering menjadi hambatan bagi pemerintah negara-negara tertentu untuk mengeluarkan kebijakan penggunaan Open Source secara luas.


PENGGUNA OSS TAHUN 2010 DITARGETKAN SEKITAR 300.000 ORANG

Kementerian Negara Riset dan Teknologi mengungkapkan, Open Source Software (OSS) atau piranti lunak buatan dalam negeri pada tahun 2010 mendatang ditargetkan digunakan oleh sekitar 300.000 orang di Indonesia.

“Untuk mencapai target tersebut, maka upaya sosialisasi terus dilakukan oleh Kementerian Negara Riset dan Teknologi,” kata Deputi Bidang Dinamika Masyarakat, Kementerian Negara Ristek Prof. Dr. Ir. Carunia Mulya Firdausy, MA, APU di Serpong.

Salah satu di antara kegiatan sosialisasi tersebut diarahkan kepada instansi pemerintah, termasuk kepada kalangan komunitas pengguna komputer di tanah air.

Saat ini sejumlah warung internet (Warnet) di kota-kota besar di tanah air juga sudah menggunakan piranti lunak tersebut, seperti di Malang, Surabaya, Bandung dan Makassar.

Menurutnya, keberadaan program terebut bisa menjadi alternatif dari piranti lunak yang sudah ada, sekaligus dapat menurunkan penggunaan program bajakan.

Seperti saat ini bajakan sekitar 83 persen, padahal pada tahun 2004 bajakan mencapai sekitar 88 persen. Jadi ada penurunan, karena mereka sudah mulai menggunakan OSS.

Kebijakan penggunaan piranti lunak tersebut, sudah dicanangkan dalam bentuk “Indonesia, Go Open Source” yang telah disetujui oleh lima menteri, yaitu Menristek, Menpan, Menhuk HAM, Menkominfo, dan Mendiknas. “Khususnya Kementerian Negara Ristek sudah fokus menggunakan program tersebut,” katanya.

Prof. Carunia juga mengatakan, kedepan akan ada ASEAN Open Source yang digunakan oleh negara anggota ASEAN, dan hal itu sudah diusulkan saat pertemuan informal Menteri-menteri ASEAN.

Salah satu diantaranya dengan menyelenggarakan “ASEAN Worksop On Open Source Software” yang diikuti oleh negara-negara anggota ASEAN seperti Vietnam, Myanmar, Laos, Kamboja, serta para peserta dari Indonesia, dan acara tersebut digelar pada tanggal 7 – 8 November 2007 di Serpong.

Khususnya untuk Singapura, Malaysia dan Thailand, sudah mengetahui piranti lunak tersebut, namun mereka belum banyak mengetahui implementasinya. “Seperti Singapura menggunakan program alternatif tersebut terkait dengan kemampuan ekonominya yang mampu membeli program selain Open Source,” katanya.

Sementara itu, Asdep Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi, Kemal Prihatman mengatakan, program Open Source memiliki keunggulan seperti pada officenya dan mudah untuk diaplikasikannya. Disebutkan, piranti lunak open source mulai diluncurkan pada tahun 2004, dan setiap tahunnya terus mengeluarkan produk terbarunya.


Bisnis Open Source

Budi Rahardjo


Pusat Penelitian Antar Universitas Bidang Mikroelektronika
Institut Teknologi Bandung
2000

  • Abstrak

Makalah ini memberikan gambaran singkat tentang bisnis open source.

  • Pendahuluan

Perkembangan dunia komputer makin ramai dan menarik dengan adanya pendekatan-pendekatan baru dalam pengembangan perangkat lunak (software). Software patent dikenal di Amerika Serikat, sementara di Indonesia proteksi HaKI (Hak Kekayaan Intelektual atau Intellctual Property Rights, IPR) ini tidak dikenal. Pendekatan lain adalah adanya Free Software Foundation [1]yang mempelopori GNU Public Lincense (untuk software atau tools yang dikenal dengan GNU[2]), serta kelompok lain yang mempelopori copyleft, copywrong, public domain dan sejenisnya.

Salah satu pendekatan yang mulai populer adalah adanya open source, dimana source code dari sebuah program atau paket software dapat diperoleh atau dilihat oleh publik meskipun source code tersebut belum tentu public domain. Contoh software open source yang terkenal antara lain Linux, Apache (web server), perl, fetchmail, dan masin banyak yang lainnya.

Konsep open source ini cukup membingungkan bagi para pelaku dunia software. Pada pemikiran lama yang konvensional, source code dijaga ketat sebagai rahasia perusahaan. Jika sekarang semua orang dapat melihat source code tersebut, bahkan bebas (free), lantas dimana kita dapat melakukan bisnis?. Dimana nilai ekonomi dari open source?. Model bisnis apa yang harus kita jalankan?.

Model yang mirip di dunia perangkat keras (hardware) juga sudah ada. Di dunia hardware adanya kebebasan memilih (freedom) sudah lama. Di dunia software, kebebasan ini baru terjadi. Sebagai contoh monopoli Microsoft Office berlangsung selama 10 tahun.

Makalah ini mencoba membahas dan menjelaskan konsep bisnis software open source. Banyak ide dari makalah ini yang diambil dari tulisan Eric Raymond [1].

  • Cara Terjadinya Open Source

Proyek open source biasanya bermula dari kebutuhan seseorang. Akan tetapi ternyata problem tersebut juga merupakan problem orang banyak (typical problem). Dalam penjabaran Eric Raymond hal ini diterjemahkan dalam “lessons learned” nomor 1 dan 18. Pengalaman atau pelajaran pertama mengatakan bahwa “Every good work of software starts by scratching a developer’s personal itch”. Sementara pelajaran nomor 18 mengatakan, “To solve an interesting problem, start by finding a problem that is interesting to you”.

Dari kebutuhan pribadi (dan komunitas) inilah muncul proyek open source. Dalam perjalanannya banyak aspek non-teknis (sosial) yang mempengaruhi pengembangan proyek tersebut. Masalah ego, misalnya jika diarahkan kepada hal tertentu dapat produktif. Sebagai contoh, dokumentasi untuk sistem Linux cukup banyak padahal programmer biasanya dikenal kurang suka menulis dokumentasi. Jadi pendapat bahwa programmer egois, tertutup, dan ganas tidak beralasan. Kerjasama (cooperation) secara moral adalah hal yang baik dan software hoarding secara moral adalah salah.

  • Keuntungan Open Source

Banyak keuntungan dari open source. Beberapa keuntungan antara lain dibahas pada bagian berikut.

  • Sumber Daya Manusia

Kegiatan open source biasanya melibatkan banyak orang. Memobilisasi banyak orang dengan biaya rendah (dan bahkan gratis) merupakan salah satu kelebihan open source. Dalam kasus Linux programmer yang terlibat dalam pengembangan Linux mencapai ribuan orang. Bayangkan jika mereka harus digaji sebagaimana layaknya programmer yang bekerja di perusahaan yang khusus mengembangkan software untuk dijual. Kumpulan skill ini memiliki nilai yang berlipat-lipat tidak sekedar ditambahkan saja.

Untuk menemukan kesalahan (bugs) dalam software diperlukan usaha yang luar biasa. Eric Raymond menyebut Linus’ Law yang berisi: “Given enough eyeballs, all bugs are shallow”. Menemukan sumber kesalahan ini merupakan salah satu hal yang tersukar dan mahal. Jumlah voluntir yang banyak ini meningkatkan probabilitas ditemukannya bugs. (Somebody finds the problem and somebody else understands it.)

Kegiatan debugging dapat dilakukan secara paralel. Coding (pekerjaan menuliskan software) masih merupakan aktivitas yang mandiri (solitary). Akan tetapi nilai tambah yang lebih besar datang dari pemikiran komunitas. Peningkatkan kualitas

Adanya peer review meningkatkan kualitas, reliabilitas, menurunkan biaya, dan meningkatnya pilihan (choice). Adanya banyak pilihan dari beberapa programmer membuat pilihan jatuh kepada implementasi yang lebih baik. Contoh nyata dari hal ini adalah web server Apache[3] yang mendominasi pasar server web.

  • · Menjamin masa depan software

Konsep open source menjamin masa depan (future) dari software. Dalam konsep closed-source, software sangat bergantung kepada programmer. Bagaimana jika programmer tersebut berhenti bekerja atau pindah ke perusahaan lain? Hal ini tentunya akan merepotkan perusahaan pembuat software tersebut. Di sisi pembeli juga ada masalah. Bagaimana bila perusahaan pembuat software tersebut sudah gulung tikar? Nilai closed-source software akan cenderung menjadi nol jika pembuat perusahaan tersebut sudah bangkrut. Dengan kata lain, “the price a consumer will pay” dibatasi oleh “expected future value of vendor service”. Open source tidak memiliki masalah di atas.

· Bisnis Open Source

Sebuah produk software memiliki dua nilai (value): use value dan sale value. Use value merupakan nilai ekonomis yang diperoleh dari penggunaan produk tersebut sebagai tool. Sementara sale value merupakan nilai dari program tersebut sebagai komoditi.

Banyak orang menilai bahwa nilai ekonomi dari produksi software berdasarkan model pabrik (factory model), yaitu:

· Software developer dibayar berdasarkan sale value.

· Sale value dari software nilainya proporsional terhadap development cost (yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menduplikasi fungsi software tersebut dalam bentuk software lain)

Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya:

· Lebih dari 90% code / software dibuat untuk keperluan internal dan dikembangkan di dalam (written in house). Hal ini dapat dilihat dari iklan di surat kabar (lowongan kerja). Termasuk di dalam software yang inhouse written ini adalah device driver dan embedded code untuk microchip-driver machines (oven, pesawat terbang, dsb.).

· In-house code mempunyai karakteristik yang membuatnya susah digunakan kembali (reuse). Hal ini menyebabkan susahnya maintenance (upgrade, update). Padahal, maintenance merupakan 75% dari biaya/gaji programmer.

· Hanya 20% gaji yang dibebankan secara penuh pada use value, dan 5% dari sale value. Silahkan anda tanya kepada orang sekitar anda (software programmer) berapa orang yang gajinya bergantung kepada sale value dari software.

Filosofi yang salah, dimana pendapat orang dan fakta ternyata berbeda menyebabkan hasil yang kurang baik. Perlu diingat bahwa lebih dari 75% life cycle sebuah proyek adalah maintenance (dimana termasuk debugging, extension). Sementara struktur harga biasanya tetap (fixed).

· Penutup

Makalah singkat ini mengulas sebagian kecil dari topik yang ada di lingkungan industri software. Tulisan singkat ini diharapkan dapat memberikan trigger untuk munculnya kajian-kajian tentang bisnis software.

· Bahan Bacaan

1. Eric Raymond, “The Cathedral & The Bazaar: musing on linux and open source by accidental revolutionary,” O’Reilly, 1999.



[1] http://www.fsf.org

[2] http://www.gnu.org

[3] http://www.apache.org

JAM

 

Labels

katthi Copyright 2009 Shoppaholic Designed by Ipietoon Image by Tadpole's Notez