Jumat, 05 Desember 2008

Storyboard persentase menggunakan power point

0 komentar

Tugas Story Board

Untuk persentase Power POint

Slide

Visual

Keterangan

I

  • Background : Media
  • “ Mempersiapkan Kamera Sebelum Shooting”
  • Text : Comic Sans Ms
  • Size : 20 pt
  • Footer : Katthi L
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari sebelah kiri

II

“MELAKUKAN PERSIAPAN TEST”

  • Perlengkapan Yang Harus Disiapkan Sebelum Shooting

  • Mengkoordinir Dan Mengisi Stok Film

  • Background : Media Soft
  • “ Melakukan Persiapan Test”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· Perlengkapan yang harus disiapkan sebelum shooting & Mengkoordinir dan mengisi stok film”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

III

Perlengkapan yang harus disipakan sebelum shooting

Agar tidak ada perlengkapan shooting yang ketinggalan, biasanya dibuat Pre-rehearseal checkout list. Diantaranya :

1. Preliminaries (kamera dicek apakah hidup ? atau perlu warm up terlebih dahulu).

2. Kabel Kamera (yakinkan semua kabel bisa berfungsi baik).

3. Mounting/tatakan kamera

4. Viewfinder

5. Cable guards (berfungsi untuk mengamankan kamera).

6. Lens cap (penutup lensa), agar lensa tidak kena debu dsb.

7. Focus (cek apakah fokusnya baik)

8. Zoom (cek apakah zoom bisa berjalan normal)

9. Batere Kamera.

10. Kaset

11. Lampu

12. . Microphone

  • Background : Media Soft
  • Perlengkapan yang harus disiapkan sebelum shooting”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “1,2,3,4,5”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

IV

Mengkoordinir dan mengisi stok film

1. Koordinasi dengan personil yang terkait.

2. Kepastian jadwal pembuatan film dan rasiopersonil yang relevan.

3. Pemilihan stok film yang benar dan peralata lain untuk meyakinkan bahwa stok ada dalamjumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jadwal produksi.

4. Kelengkapan stok yang diperlukan dan yakinkan adanya waktu pengambilan film.

5. Kepastian stok film dan nomer golongan ‘batch’ cocok dengan persyaratan.

6. Pencatatan dengan cermat pencampuran kelompok dan jumlah strip.

7. Penyimpanan dan pengepakan stok film untukmenghindari kerusakan dan lindungi terhadap bahaya lingkungan.

  • Background : Media Soft
  • “Mengkoordinir Dan Mengisi Stok Film”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “1,2,3,4,5”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

V

“MENGOPRASIKAN TEST LENSA”

  • Memilih Jenis Lensa Yang Sesuai

· Fokus Kamera

  • Background : Media Soft
  • “Mengoprasikan Test Lensa”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “Memilih Jenis Lensa Yang Sesuai & Fokus Kamera”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

VI

Memilih jenis lensa yang sesuai

· Fokalnya:

1. Lensa Normal
Lensa ini sering disebut dengan lensa standart

2. Lensa Wide/Sudut Lebar
Disebut lensa sudut lebar karena jangkauan dari subyek yang bisa ditangkap oleh lensa cukup lebar

3. Lensa Tele
Lensa dengan focal length yang panjang, bila menggunakan lensa ini subyek jadi terasa dekat sehingga kedalam menjadi kurang, keuntungannya kita bisa merekam gambar dari jarak cukup jauh tetapi dapat menghasilkan gambar seperti kalau kita dari jarak dekat.

4. Lensa Macro
Lensa ini sangat baik digunakan untuk merekam benda-benda kecil, seperti capung, serangga, buah yang kecil-kecil.

  • Background : Media Soft
  • “Memilih Jenis Lensa Yang Sesuai”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “1,2,3,4,5”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

VII

Fokus Kamera

Dalam kamera akan ditemukan sebuah pengaturan jarak pandang yang dikenal dengan nama fokus. Sesaat sebelum pengambilan gambar dilakukan, keadaan fokus haruslah dalam posisi yang stabil dan terlihat jelas akan objek benda yang akan ditangkap

  • Background : Media Soft
  • “Fokus Kamera”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “Dalam Kamera….”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

VIII

“Melakukan Test Gerak Kamera”

· Panning

· Tilting

  • Background : Media Soft
  • “Melakukan Test Gerak Kamera”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “ Panning & Tilting”

  • Text :Comic Sans Ms(32pt)

IX

Panning

Panning adalah gerakan kamera secara horizontal (posisi kamera tetap di tempat) dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Pan right : gerak kamera mendatar dari kiri ke kanan.
Pan left : gerak kamera mendatar dari kanan ke kiri.

  • Background : Media Soft
  • “Panning”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “ Panning….”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

X

Tilting

Tilting adalah gerakan kamera secara vertikal (posisi kamera tetap di tempat) dari atas ke bawah atau sebaliknya.

  • Background : Media Soft
  • “Tilting”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “Tilting….”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

XI

“MENGETES STOK FILM”

· Mengetes stok film untuk tes dengan tepat.

· Memastikan ketersediaan stok film untuk tes dengan tepat.

· Mengetes stok film dengan cara mencoba mengambil gambar.

· Memutar hasil tes dengan teliti.

· Mencermati warna dan hasil gambar.

  • Background : Media Soft
  • “Mengetes Stok Film”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “ Mengetes….”

  • Text :Comic Sans Ms(32pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

XII

“BERKOORDINASI DENGAN LABORATORIUM”

· Kesiapan story board untuk diberikan kepada pihak laboratorium.

· Kesiapan film selama proses dilaboratorium.

· Bekerja sama yang baik dengan seluruh kru yang ada dilaboratorium.

  • Background : Media Soft
  • “Berkoordinasi Dengan Laboraturium”
  • Text :Comic Sans Ms(40 pt)

· “ Kesiapan….”

  • Text :Comic Sans Ms(32 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari kiri

XIII

  • Background : Media
  • ”Terimakasih Dan Selamat Mencoba”
  • Text :Comic Sans Ms(36 pt)
  • Sound : Jazz
  • Arah tulisan dari tengah

katalog Blitzmegaplex

0 komentar

katalog Blitzmegaplex

0 komentar

Selasa, 02 Desember 2008

GILA,,,

0 komentar

Rabu, 23 Juli 2008

Berkah Sebuah Sarang Burung

1 komentar
Pagi itu suasana dipinggiran desa terlihat sangat sunyi penuh dengan kedamaian, orang-orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang pergi bekerja, kesawah, anak-anak berangkat kesekolah. Tidak terasa hari sudah mulai siang desa itu terlihat sunyi dan damai, dari kejauhan terlihat seorang anak pulang dari sekolah dengan memakai seragam sekolah atas putih bawah merah sambil membungkuk anak itu mengambil sebatang kayu yang bercabang hanya sekedar untuk teman bermain di sepanjang jalan menuju rumahnya sepulang dari sekolah dengan berjalan kaki, ia memakai sepatu yang sudah agak usang dan baju yang sudah hampir berubah warnanya dari putih menjadi krem namun masih terlihat bersih dan rapi.

Waktu menunjukkan sekitar pukul 12.30, panasnya sengatan matahari tidak dirasa karena masih banyaknya pohon rimbun, dengan perasaan gembira anak lelaki bernama “Jabal” itu menyusuri jalan setapak menuju rumahnya yang tidak jauh dari areal pemukiman mewah orang-orang yang banyak duitnya, dibelakang perumahan tersebut anak lelaki itu tinggal bersama "Emak"nya yang hanya bekerja sebagai tukang cuci pakaian tetangga kanan kirinya hanya sekedar untuk bertahan hidup dan biaya sekolah anaknya, dengan satu adik laki-laki yang masih kecil. Bapaknya sudah lama merantau ke negeri seberang tanpa ada khabar beritanya, pada saat bapaknya merantau meninggalkan keluarganya Jabal baru berumur tiga tahun sedangkan adiknya yang bernama “Bilal” masih dalam kandungan Emaknya.

Karena didikan disiplin dari orang tuanya, pulang dari sekolah Jabal meletakkan peralatan sekolahnya dengan rapi dirak buku yang sangat sederhana, terbuat dari papan bekas, dan bajunya digantung pada sebuah paku yang tertancap didinding yang terbuat dari papan.

Dengan masih bertelanjang dada Jabal pergi kesumur di belakang rumahnya lalu ditariknyalah tali timba itu dengan agak keberatan untuk mengisi padasan (tempat wudhu) yang terbuat dari tanah liat.

Setelah tempat wudhu itu penuh ia pun beristirahat sejenak dengan napas masih ngos-ngosan, karena hari itu dirasa sangat panas ia bermain-main air sejenak sebelum ia mengambil air wudhu, sebentar-bentar kepalanya dibasahi dengan air seolah menikmati betul kesegaran dan kesejukan airnya, setelah puas bermain air barulah ia berwudhu. Selesai menjalankan sholat Dzuhur Jabal pergi ke dapur yang hampir menyatu dengan tempat ia tidur untuk mengambil piring, "sudah waktunya makan siang", gumamnya dalam hati.

Selesai makan siang Jabal mencari orang tua dan adiknya di rumah orang-orang yang biasa menyuruh Emaknya mencucikan pakaiannya yang sudah menjadi langganan dan sangat dikenalnya dengan maksud untuk mengajak adiknya pulang, biar si Emak bisa bekerja dengan enak tanpa digangguin adiknya, sesampai dirumah Jabal mengajak adiknya yang belajar membaca dan bermain sambil menunggu Emaknya pulang kerumah, begitulah kegiatan kehidupan yang dilakukan Jabal sehari-hari.

Kemandirian, ketabahan, rasa kasih sayang dan rendah hati terlihat kuat didalam diri Jabal sebagai anak yang paling besar yang harus membantu meringankan beban orang tuanya yang harus bekerja sendiri untuk menghidupi dan membesarkan ia dan adiknya, namun apa daya Jabal sendiri baru kelas lima SD, yang ia bisa lakukan paling-paling membantu mencucikan baju adiknya dan membersihkan lantai dan halaman rumahnya yang tidak luas namun cukup untuk tempat bermain ia dan adiknya.

Pagi itu udara terasa sangat dingin, mungkin masih terpengaruh oleh derasnya hujan tadi malam yang mengguyur perkampungan itu dengan derasnya, kedaan jalan setapak yang setiap hari dilewati oleh Jabal dan juga dipergunakan oleh penduduk setempat untuk melintasi pinggiran pemukiman modern yang ditembok tinggi oleh pengembang yang membangun perumahan tersebut keadaannya sangat becek dan licin, karena tanahnya tanah liat merah yang lengket sekali, jalan itulah satu-satunya jalan agar lebih cepat bisa sampai ke pinggir jalan raya, dengan berbekal tanggungjawab untuk belajar yang selalu dinasehatkan oleh orang tuanya Jabal berangkat ke sekolah tanpa memakai sepatu, dengan cerdiknya ia membungkus kakinya memakai tas kresek bekas bungkus belanjaan yang disimpan oleh Emaknya atau oleh Jabal sendiri agar tidak tertlalu kotor oleh tanah liat, sedangkan sepatunya ia bungkus plastik dan disangkutkan diatas pundaknya. Setelah sampai dipinggir jalan ia membersihkan kakinya yang terkena lumpur ke rumput-rumput yang basah karena embun, ia duduk dipinggiran batu besar lalu dibukanya bungkusan sepatu itu, ia mulai memakai kaus kaki berwarna hitam dan memasang sepatunya, orang-orang yang berlalu lalang dengan berbagai kendaraan atau yang sedang berjalan kaki, atau yang sedang menunggu kendaraan umum dekat Jabal duduk ada yang acuh tak acuh, ada yang tersenyum kecil, ada juga yang memandang sekilas tanpa perduli, pagi itu keadaan memang agak sepi dari biasanya, apa karena malamnya hujan sehingga orang-orang banyak yang malas berangkat pagi.

Tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya Jabal melanjutkan perjalanan ke sekolahnya yang berjarak + 2 Km dari tempat tinggalnya dengan berjalan kaki, karena orang tuanya hanya mempunyai uang untuk mencukupi keperluan sehari-hari itupun kalau ada sisa sedikit ditabungnya untuk keperluan sekolah anaknya sungguh kehidupan yang sangat-sangat sederhana pada jaman modern seperti ini.

Dikelas tersebut Jabal tidak termasuk anak yang menonjol prestasinya tidak juga anak yang bodoh, akan tetapi dari segi budi pekerti dialah yang paling menonjol, sopan santun, selalu mengalah, suka membantu guru dan teman-temannya dalam hal apapun, ia banyak teman karena kerendahan hati dan cara bergaulnya. Pada suatu saat ia pulang dari sekolah dipinggiran jalanan yang sering dilewati ia menemukan sebuah sarang burung kutilang yang terjatuh dari pohonan dan didalam sarang tersebut terdapat dua ekor anak burung yang masih piyik (kecil) menciap-ciap kelaparan. Sesaat Jabal merasa bingung akan diapakan sarang burung tersebut, ia sendiri merasa amat kasihan kepada anak burungnya lalu ia menengok kekanan kekiri mencari seseorang yang bisa diajak bicara namun keadaan disekelilingnya sepi, lalu sarang burung tersebut dibawanyalah pulang kerumah, tanpa disadari kedua induk anak burung tersebut terbang dan hinggap dari pohon satu ke pohon lainnya mengikuti kemana arah Jabal berjalan membawa sarangnya.

Mendekati rumahnya, banyak teman-teman dan orang-orang tua tetangga Jabal yang menanyakan ;

“Hai Jabal apa yang kau bawa itu” ? Tanya Amrin

“sarang burung” jawab Jabal

“ada isinya nggak” ?

“ada dong, tapi warnanya masih merah anak burungnya masih kecil-sekali sih”

“Memang mau kamu pelihara dimana” ? tanya pak Dipo

“sini biar bapak saja yang pelihara”.

Sejenak Jabal ragu-ragu dikasih nggak dikasih nggak, lalu ia berjalan kearah pak Dipo, pak Dipo pun lalu mendekakti dan melihat isinya “wah masih kecil sekali, bagaimana kasih makannya, nggak ah… Bal bapak nggak mau pelihara kasihan masih sangat kecil sih”.

“Terus gimana dong pak” aku juga bingung mau digimanain sarang ini” Tanya Jabal setengah putus asa. Waktu sudah menunjukkan jam satu siang ia teringat emak dan adiknya yang sedang menunggu di rumah. Lalu pak Dipo bilang “eh Bal bukan disamping rumah kamu itu ada pohon, taruh aja sarang itu diatas pohon siapa tahu induknya nyariin”, seru pak Dipo sambil masuk kerumahnya.

Ia juga ya… pikir Jabal.

Jabalpun lalu bergegas pulang kerumah tanpa memperdulikan sengatan panasnya matahari. Sesampai dirumah ditaruhnya sarang itu diatas rak buku dan ia segera ganti baju sekolah dengan kaos mainnya, emaknya mendekati dan bertanya ;

“apa itu bal “?

“sarang burung mak, kasihan anaknya masih kecil-kecil”

“mau kamu pelihara” ? Tanya emaknya lagi.

“nggak mak, mau ditaruh di atas pohon samping rumah”

“ya udah…. kamu makan dan istirahat dulu baru naruh sarang burungnya” sela emak.

“Kasihan anak burungnya mak, aku mau manjat sebentar siapa tahu induknya lagi nyariin anaknya” Jawab Jabal.

“Ya terserah kamu saja, tapi hati-hati ya manjatnya nggak usah tinggi-tinggi, emak takut kamu nanti jatuh”.

“iya mak”, jawab Jabal.

“Tapi kalau ditaruhnya di cabang yang rendah nanti takut dimakan kucing” Tanya Jabal. Dalam hatipun emak membenarkan ucapan anaknya.

Ia pun beraksi, sarang burung diletakkan dalam kantung kecil yang ia ikatkan di belakangnya, kakinya mulai merambat satu demi satu meniti batang pohon hingga mencapai cabang yang lumayan tingginya dengan hati-hati ia letakkan sarang burung tersebut pada ranting-ranting pohon yang tidak akan bisa jatuh lagi. Dari atas pohon itu ia memandang keadaan sekeliling, barangkali induknya sudah ada disekitar itu, karena emaknya sudah memanggil-manggil menyuruhnya makan siang ia pun buru-buru turun dari atas pohon, sesampainya di bawah adiknya sudah menunggu, adiknya yang tidak tahu menahu bertanya ;

“Ngapain sih bang naik-naik keatas pohon”

“Naruh sarang burung yang abang temuin di jalanan”

“Sarangnya jatuh dari pohon ya bang, kenapa nggak kita pelihara saja” sela Bilal.

“Ah …… masih sangat kecil, abang takut nggak bisa ngerawatnya, kalau anak burungnya mati kan kasihan induknya, dan kita dapat dosa lagi” jawab jabal.

“Emang kalau ditaruh dipohonan lagi bisa hidup” ?

“Ya mudah-mudahan induknya cepat menemukan sarangnya lagi, yuk masuk yuk Lal kita makan dulu, kasihan emak sudah nyuruh-nyuruh makan dari tadi”, ajak Jabal kepada Bilal

Sambil mengikuti abangnya dari belakang mereka berdua masuk kerumah untuk makan.

“kok kamu nggak makan Lal”

“udah adikmu udah makan duluan, selesai makan sholat dulu ya Bal.. ” sela Emak.

“iya mak….”

Selesai makan seperti biasanya ia mencuci piringnya, lalu bergegas ambil air wudhu dan mengerjakan sholat dzuhur. Setelah selesai sholat ia bermain dengan adiknya, lalu ia teringat pada sarang burung itu. Ia bergegas mengajak adiknya untuk melihat sarang burung, dengan hati yang was-was ia menengok keatas pohon dan didapatinya dua ekor induk burung besar sedang mencari-cari suara cuapan anaknya.

“Alhamdulillah” gumam Jabal dengan hati yang lega

“kenapa bang” tanya adiknya.

“induknya sudah datang, awas hati-hati jangan sampai ia katakutan” bisik Jabal kepada Bilal yang masih penasaran mencari dimana letak sarangnya.

Lalu Bilal bertanya.

“bang sarangnya abang taruh disebelah mana”

“tuh, diranting sebelah kanan”

“oh itu…… bang induknya sudah mendekat” bisik adiknya.

“ia abang sudah tau, ayo kita awasi dari sebelah sini saja biar nggak ngeliat kita”.

Dengan kepala terus mendongak keatas mereka berdua melihat anak-anak burung itu mungkin sedang dikasih makan sama induknya.

“bang kalau nanti anaknya sudah agak besar diambil lagi aja bang, jadi kita punya burung peliharaan”

“sssttt…… itu bukan punya kita”.

“ah… abang…. diambil aja bang, terus kita jual kan dapet duit tuh”. sela adiknya lagi.

“biar saja burung itu bebas dialamnya dan berkembang biak, sehingga desa kita ini banyak burung yang bisa terbang kesana-kemari”. Jabal berusaha memberi nasehat dan pengertian kepada adiknya.

Hari demi hari berlalu kedua kakak beradik itu tidak bosan-bosannya berdiri dibawah pohon mengamati sarang burung, dan kedua anak burung itu beranjak semakin besar. Jabal agak sedih juga karena setelah anak-anak burung itu besar ia akan segera meninggalkan sarangnya untuk berkelana entah kemana.

Saat-saat akhir burung itu akan meninggalkan sarangnya Jabal dan keluarganya sedang tidak dirumah, karena ada saudaranya yang sedang melaksanakan hajatan khitanan.

Saat ia kembali pulang, Jabal langsung buru-buru kesamping rumah untuk melihat sarang burungnya, akan tetapi betapa sedih dan kecewanya hatinya karena didapatinya sarang burung tersebut telah kosong tidak ada lagi penghuninya, karena tidak terdengar suara cicitan dari anak-anak burung itu. Lalu ia masuk lagi kedalam rumah dengan muka sedih, emak pun melihat dan berusaha menghiburnya.

“kenapa bal… burungnya sudah pergi ya… “?

“iya mak…… aku nggak punya hiburan lagi”

“ah nggak apa-apa, mudah-mudahan induknya mau bersarang kembali di pohon itu”.

“iya.. ya mak mudah-mudahan”.

“Ya…. Abang sih nggak mau dengerin saya, coba kalau kita pelihara pasti burung itu masih ada’’ sela Bilal.

“Sok tau lu Lal” sanggah Jabal.

“sudah… sudah kita berdoa saja mudah-mudahan burung itu mau kembali lagi ke pohon kita”, kata Emak berusaha menengahi.

Akhirnya mereka berduapun hanya saling bisa memandang keluar jendela sambil berharap-harap induk burung itu kembali lagi.

Minggu berlalu beralih menjadi bulan, pada saat itu di desa Jabal turun hujan yang sangat lebat disertai angin kencang. Keluarga yang sangat sederhana itu hanya bisa berdiam diri di dalam rumah, sesekali Jabal mengintip dari balik jendela untuk melihat turunnya air hujan. Tiba-tiba terlihat kilatan dilangit yang sangat terang disertai bunyi halilintar yang keras. Desa itu terlihat sangat sunyi tidak ada satupun penduduk yang berani keluar, air hujan menghanyutkan lapisan tanah merah, terlihat beberapa ayam peliharaan penduduk berteduh dibawah atap rumah belakang.

Sambil menunggu hujan reda Jabal menyempatkan diri untuk membaca buku pelajaran sekolah, tidak berapa lama lalu keluarga itu dikagetkan oleh bunyi.

“grusak ….brak !!!!”

bunyi itu cukup keras, Bilal kaget, ia menelungkupkan kepalanya dipangkuan emaknya.

“suara apa itu mak” ?

Bilal bertanya kepada emaknya yang kelihatan cemas, benda apa gerangan yang terjatuh atau patah.

“pohon tumbang barangkali, atau pohon patah”.

Jawab emak sambil menenangkan hati kedua anaknya.

“Kayaknya pohon tempat burung bersarang ya mak”

tanya Jabal.

“iya….. mudah-mudahan hanya rantingnya saja yang patah”

sahut adiknya.

Hujan yang cukup lama itu akhirnya reda juga, kira-kira waktu menunjukkan jam 17.00 atau jam 5 sore, Emak, Jabal dan adiknya keluar rumah untuk melihat benda apa gerangan yang mengeluarkan suara tadi.

Rupanya memang betul hanya cabang pohon yang patah, dan cabang itulah tempat sarang burung kutilang yang diselamatkan oleh Jabal, karena hari sudah sore mereka membiarkan dulu cabang itu, dan sarangnya diambil oleh Jabal dan diletakkan disamping rumahnya, sarang itu sudah agak rapuh, kotor dan penuh kotoran burung.

Hari itu hari Senin Jabal pagi-pagi sudah berangkat ke sekolah seperti biasanya menelusuri jalan setapak untuk bisa sampai ke pingggir jalan raya.

Sepeninggal Jabal ke sekolah emak hendak menyapu halaman samping, ia mendapati sarang itu jatuh berserakan diatas tanah dalam hati ia berkata “wah Jabal pasti marah karena sarang burungnya berantakan”, dan alangkah terperanjatnya orang tua itu ketika dilihatnya, ternyata diantara anyaman sarang itu terdapat seuntai kalung emas dengan liontin kecil yang sangat indah terbuat dari berlian entah berapa karat kalung itu warnanya sudah agak buram karena sudah kena tanah dan kotorang burung. Dengan tangan gemetar dipungutnyalah kalung itu lalu mak cuci sampai bersih dan buru-buru dibawa masuk kerumah.

Didalam rumah emak terus mengamati benda tersebut seolah-olah ia sedang bermimpi dan tidak percaya akan kejadian itu.

“Ya… Allah cobaan apa yang engkau berikan kepadaku”

“milik siapakah benda ini”

“dan tentu harganya pasti sangat mahal sekali”

gumam emak, sambil sesekali memandangi kalung berliontin berlian dan bentuknya sangat unik dan antik sekali, digenggamnya kalung itu dengan kedua tangannya, ia masih belum percaya dengan apa yang didapatnya.

Tidak seperti biasanya, hari itu murid-murid disekolahan Jabal dipulangkan pagi hari kira-kira jam 10.00 karena para guru akan mengadakan rapat untuk menghadapi ujian dan ulangan umum.

Jabal pulang sekolah bersama tiga temannya, kebetulan semua tetangga Jabal. Dan Jabal langsung pulang kerumah untuk membantu mengasuh adiknya karena emaknya sedang mencuci di rumah orang.

Akan tetapi alangkah kagetnya, karena didapatinya emaknya masih dirumah.

“lho…. kok emak masih dirumah”,

“tidak mencuci ya…”,

“apa emak lagi sakit” tanyanya

“dimana adik mak” ? sambungnya lagi.

“tuh adikmu ada dikamar mak, bal… emak istirahat dulu”

“emak tidak sakit”

“makan dulu sana, sudah lapar belum” ? Tanya emak

“nati aja mak” jawab Jabal sambil berjalan menuju kesamping rumahnya. Alangkah kagetnya ia karena sarang burung itu sudah tidak ada ditempatnya lagi, lalu ia bergegas masuk lagi kerumah.

“mak sarang burungnya dimana” ia bertanya agak kesal.

“dibuang ya… sama emak” lanjutnya lagi.

“ia bal…., abis sarangnya sudah jatuh berantakan, terus emak bersihin aja, apa kamu marah” ? tanya emak.

“nggak sih mak” sambil kepalanya ditundukkan

Lalu digandengnya tangan Jabal masuk dalam kamar dan emak menunjukkan sesuatu kepada Jabal.

“Apa itu mak” Tanya Jabal

“kalung, ini emak temukan diserakan sarang burungmu itu”

“Wah bagus sekali, mahal ya mak harganya”

“emak juga nggak tau”

“kita jual aja mak, seru adik Jabal”

“punya siapa kira-kira ya mak “ ? Tanya jabal

“emak juga nggak tau”

“kok dari tadi jawaban emak nggak tau melulu” sela adik Jabal.

“ya… kalau dijual emak juga takut, dan juga nggak tau mesti dijual kemana”.

“Apa ia orang akan percaya, dengan keadaan kita yang miskin begini punya kalung sebagus itu, bisa-bisa nanti emak dituduh mencuri lagi”.

“dan kalau kita cerita yang sebenarnya dari mana kalung ini didapat apa ada orang yang percaya” jelas emak kepada kedua anaknya.

“iya.. ya.. kalau begitu kalung itu disimpan saja mak”. usul Jabal

“iya mak” adik Jabal menambahkan.

Waktu terus berlalu, kegiatan rutin keluarga itu dijalani seperti biasanya dan mengenai kalung itu tetangga sudah banyak yang tahu karena adik Jabal sering bercerita kepada teman-temannya mengenai kalung itu. Ada tetangga yang baik hati dan menaruh perhatian pada keluarga itu untuk menjualnya saja, akan tetapi emak Jabal tetap belum mau menjualnya karena merasa benda itu bukan miliknya. Pernah ada tetangga yang akan membelinya akan tetapi ditawar dengan harga yang kurang pantas.

Ada seorang yang sangat kaya raya dari salah satu penghuni perumahan mewah itu yang mendengar dan tertarik akan kalung yang didapat dari sarang burung, orang itu bersama dengan istri dan seorang anaknya mencari rumah emak Jabal dengan mengendarai kendaraan yang sangat mewah dan ditemani oleh seorang polisi. Orang itu bertanya kepada penduduk setempat dimana rumah orang yang menemukan kalung dalam sarang burung. Dengan diantar oleh seorang anak kecil sebagai penunjuk jalan, akhirnya sampailah keluarga itu didepan halaman rumah mak Jabal.

“Assalamu’ alaikum” tamu itu mengucap salam

“Wa alaikum salam” sahut si empunya rumah.

Mak Jabak buru-buru keluar untuk menemui tamunya, dengan mengerutkan keningnya mak Jabal kebingungan, siapa yang datang ini karena ia tidak mengenalnya.

Sambil menyalami tamu itu memperkenalkan diri kepada emak Jabal. Dengan agak kikuk dan malu-malu lalu emak mempersilahkan tamunya masuk kedalam rumah dan duduk dibangku yang sudah berubah warnanya. Emak menyuruh Jabal memasak air untuk membuatkan minum tamunya.

Namanya Pak Shaleh dan anaknya bernama Ramdhan mereka berempat mengobrol dan pak Shaleh ingin sekali melihat kalung yang dimaksud.

“sebentar ya pak, bu, saya akan ambilkan kalungnya”

Tapi sebelum mengambil kalung itu emak terlebih dahulu membuatkan teh untuk para tamunya.

“Bal… antarkan dulu minumannya ke meja tamu”

“setelah itu beli gorengan di tempat mak Aci, bilang sama mak Aci setelah tamunya pulang nanti baru dibayar, jangan lupa ya….” Pesan emak.

Jabal lalu mengantarkan minuman kepada tamunya, sambil menyalami satu persatu tamunya.

“Namanya siapa nak…. “ tanya ibu Shaleh

“Jabal bu” jawabnya

“Kelas berapa kamu…..” Tanya ibu Shaleh lagi.

“Kelas lima bu, kalau nanti saya naik jadi kelas enam.” jawab Jabal

“Kalau adikmu kelas berapa “ ?

“Baru mau masuk kelas satu bu, abisnya tahun lalu emak belum punya biaya untuk masukin sekolah Bilal” jawab Jabal

“Oo.. adikmu namanya Bilal, nama yang bagus sekali” puji bu Shaleh

Selesai itu Jabal langsung ke belakang dan menuju rumah mak Aci untuk membeli makanan yang dipesan oleh emaknya.

Mak Jabal keluar sambil membawa seuntai kalung yang dibungkus kain putih lusuh namun bersih.

Bungkusan itu lalu diberikan kepada Ibu Shaleh.

Alangkah terperanjatnya hati ibu Shaleh setelah tau benda apa yang ada didalam bungkusan itu, seolah dia tidak percaya dan dengan hati yang sangat gembira ia menunjukkan kalung itu kepada suaminya.

Demikian pula dengan pak Shaleh tidak kalah kagetnya sambil mengucap syukur ia menciumi kalung tersebut.

Mak Jabal, adik Jabal dan anak pak Shaleh terheran-heran melihat tingkah laku mereka berdua, dan dalam hati masing-masing bertanya ada apa gerangan ?

Untuk mengakhiri pertunjukan itu mak Jabal mempersilahkan para tamunya untuk minum minuman yang telah disediakan.

Keduanyapun dengan terbata-bata menjawab “i..i.. ya…bu”

Setelah keduanya puas dengan apa yang dilihatnya lalu ibu Shaleh baru menjelaskan apa yang membuat suami istri itu begitu bergembira.

“aduh bu maaf yaaaa…. Saya sangat gembira sekali” ibu Shaleh membuka pembicaraan.

“memangnya ada apa bu” Tanya mak Jabal masih terheran-heran.

“begini lho bu….”

“Bapak dan saya bingung, mau ibu jual dengan harga berapa kalung ini kira-kira bu ?” Tanya bu Shaleh kepada mak Jabal

“Bu…. sebenarnya saya tidak mau menjualnya… karena …….

Belum selesai mak Jabal bicara, Jabal membawa sepiring makan berupa pisang goreng, tahu goreng dan singkong goreng.

“Wah anak ini pintar sekali, ini makanan kesukaan Saya” kata pak Shaleh sambil berseloroh.

“Mari pak langsung saja dicicipi, mari bu, mari den” kata emak mempersilahkan para tamunya.

Sambil mengambil sepotong pisang goreng pak Shaleh berceritera, bahwa kalung itu merupakan kalung warisan keluarga secara turun menurun, entah sudah berapa ratus tahun umur kalung itu, sehingga bisa disebut barang antik, karena keluarga pak Shaleh termasuk keturunan ningrat atau keturunan raja-raja dan dari dulu tidak ada niat untuk menjual harta itu, nilainya sudah tidak terhingga, itulah yang membuat pasangan suami istri itu begitu gembiranya.

Lalu pak Shaleh bercerita kenapa kalung itu sampai hilang :

Pada suatu saat pak Shaleh beserta seluruh keluarganya pergi berlibur ke suatu pulau, rumah itu hanya ditunggui oleh seorang tukang kebun yang sudah lama ikut pada keluarga itu. Pada malam hari ada pencuri yang memasuki rumahnya dan ketahuan sama si tukang kebun itu, dan sipencuri sudah sempat memasuki kamar pribadi bapak dan ibu Shaleh dan sempat mengambil beberapa untai kalung dan salah satu kalung itu adalah kalung yang ditemukan oleh keluarga Jabal.

Alangkah kagetnya hati emak, mukanya pucat takut kalau ia dituduh sebagai pencurinya, dan sambil terbata-bata ia berkata ;

“Maaf den… eh pak… sungguh saya tidak mencuri kalung itu, kalung itu saya temukan dari serakan sarang burung”.

“Ho… ho… ho… tidak bu.. tidak bu… saya tidak menuduh ibu sebagai pencurinya, yang mencuri kalung itu sudah tertangkap satu bulan yang lalu”. Sahut pak Shaleh

Legalah hati mak Jabal dengan pernyataan itu.

Dan memang si pencuri telah ditangkap oleh aparat kepolisian dengan bantuan anjing pelacak.

Pak Shaleh membawa seorang polisi hanya untuk meyakinkan bahwa beliaulah yang berhak atas kalung itu dan juga membawa surat kepemilikan kalung itu.

Setelah berbasa-basi dengan niat yang sangat tulus dan atas persetujuan istri dan anaknya, pak Sholeh memutuskan untuk mengganti harga kalung itu dengan merehabilitasi dan memperbaiki bangunan rumah mak Jabal, serta akan membiayai pendidikan Jabal serta adiknya sampai selesai Perguruan Tinggi, secara kebetulan pembantu pak Shaleh mau keluar karena akan menikah dikampungnya mak Jabal tidak diperbolehkan lagi mencuci baju di tetangga akan tetapi dia disuruh mengurusi dan menjaga rumah pak Shaleh tetapi tidak dianggap sebagai pembantu dan kedua anaknya selama pembangunan rumah itu belum selesai mereka diperbolehkan tinggal di rumah pak Shaleh.

JAM

 

Labels

katthi Copyright 2009 Shoppaholic Designed by Ipietoon Image by Tadpole's Notez